PEREMPUAN YANG MEMIKUL DENDAM

Baca Selengkapnya >>>

KUMPULAN CERPEN JAWA POS

Cerpen yang terbit di Koran Jawa Pos

ARTIKEL JAWA POS

Artikel-artikel Jawa Pos

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 13 April 2017

Robohnya Bukit Kami

Cerpen Ilham Q. Moehiddin (Jawa Pos, 24 April 2016)
Ilustrasi / Jawa Pos

SURAD berlari menembus belukar hutan yang rapat. Napasnya hampir habis, tapi suara gemuruh dari hutan bagian selatan menghantuinya. Hutan di sisi barat ini jalan terpendek satu-satunya menuju tobu (kampung) Olondoro. Hujan telah menggemburkan tanah, membuat goyah bukit Lere’Ea yang mengelilingi desa di mulut tanjung itu.

Musiklehrer

Cerpen Sahasra Sahasika (Jawa Pos, 17 April 2016)
Ilustrasi Bagus / Jawa Pos


FRUSTRASI karena aransmen dari beberapa arranger yang dibayar mahal selalu gagal mengantar Stimme ke tangga juara, kami memutuskan untuk “memakai” laki-laki yang dari namanya kami kira berdarah Warsawa itu: Innev Zladek. Laki-laki yang numpang lahir di Lubuklinggau—karena sejak berumur dua bulan dia sudah diboyong orang tuanya ke Gelsenkirchen—yang menafikan matematika dalam membuat komposisi. Kami menjadi anak-anak keledai yang mengikuti ringkikan induknya.

Dering

Cerpen Wina Bojonegoro (Jawa Pos, 10 April 2016)
Ilustrasi Bagus / Jawa Pos




TEPAT pada dering ketiga aku mengangkat telepon wireless di meja kayu mahoni berwarna cokelat kemerahan itu.

“Hallo…” Suaraku rendah dan datar seperti lazimnya suara manusia di pagi hari, malas.

“Eh, sejak kapan boleh terima telepon dengan kata hallo…??” Aku tersambar petir, rasanya begitu. Suara itu…

Selasa, 11 April 2017

Petimun Sikinlili

Cerpen Arman A.Z. (Jawa Pos, 03 April 2016)
Ilustrasi Bagus/ Jawa Pos



IA tiba dari negeri jauh ketika Bengkulu digoyang lindu. Awal yang buruk baginya. Setelah sekian pekan terapung di lautan, ia seakan tak diberi waktu untuk berleha-leha. Sedikit demi sedikit, perlahan namun pasti, ia bangkitkan lagi kota yang oleh penghuninya sempat disebut tanah mati karena nyaris seluruh bangunan luluh-lantak. Dan sebagai Gubernur Jenderal yang baru, ia buktikan bahwa kerjanya lebih keras ketimbang suaranya.

Minggu, 09 April 2017

Tak Ada Pram di Semarang


Soesilo Toer / dok. pribadi
Terbit di Jawa Pos Edisi Minggu, 9 April 2017
Oleh: Mudihin M. Dahlan

Pramoedya Ananta Toer (1925-2006 adalah sastrawan yang komplet. Ia adalah penulis yang prolifik, tapi sekaligus periset tangguh dan pendokumentasi yang tekun. Ia adalah pengarang yang introver, tapi sekaligus komunal. Ia si penyendiri yang berbahaya. Penjara menjadi hidup hariannya.

Seorang Petani

Cerpen Fyodor Dostoyevsky (Jawa Pos, 27 Maret 2016)
Ilustrasi Budiono/ Jawa Pos
Ini adalah Senin Paskah. Udara terasa hangat dan langit tampak biru, tetapi aku terjebak dalam kemuraman. Aku berkeliling menjelajahi sudut-sudut halaman penjara, menghitung jeruji di dalam pagar besi yang kokoh. Sebetulnya aku tidak sungguh-sungguh ingin menghitung jeruji. Aku melakukannya lebih karena kebiasaan saja.

Tuan Tanah

Cerpen Indah Darmastuti (Jawa Pos, 20 Maret 2016)
Ilustrasi Bagus / Jawa Pos
KULETAKKAN gagang telepon setelah suara di seberang sana mengucap “terima kasih, selamat malam.” Debar jantungku masih kencang. Aku harus secepatnya mencari tiket pulang untuk kakak. Dia tidak boleh terlalu lama tinggal di sana, atau sesuatu yang buruk akan menimpanya. Oh, tidak! Itu tak boleh terjadi. Paling lambat besok sore aku harus sudah mendapatkan tiket. Saat ini sudah terlalu larut untuk mengurusnya. Penerbangan apa pun tak jadi soal yang pen ting secepatnya bisa membawanya pulang.

Tukang Beri Makan Kucing

Cerpen Zelfeni Wimra (Jawa Pos, 13 Maret 2016)
Ilustrasi Bagus / Jawa Pos



“Jangan sampai lupa memberi makan kucing,” ucap suara lembut di seberang telepon seluler milik Pudin sebelum percakapan berakhir. Itu suara bininya. Pagi itu, mereka baru saja bercakap-cakap cukup lama. Bininya terdengar sangat menyukai perjalanannya sejak dari Padang hingga ke Wamena, menemui anak cucu mereka.

Sabtu, 08 April 2017

Ada Yoko di Societeit Straat

Cerpen Vika Wisnu (Jawa Pos, 06 Maret 2017)

Ilustrasi Bagus/Jawa Pos


MINGGU pagi dua hari lalu aku melihatnya di pertengahan Jalan Veteran. Dari arak lima puluh meteran dan terhalang kaca jendela taksi, aku dapat mengenalinya dengan baik, Yoko berjalan sangat pelahan, seperti mau berhenti tapi urung. Menoleh ke kiri dengan gerakan luar biasa lambat—seperti sengaja diperlambat, matanya terkunci pada sebuah bangunan megah dari sebuah zaman, gedung yang pernah tersohor dengan nama Societeit Concordia.

Sweter

Cerpen Yetti A.KA (Jawa Pos, 28 Februari 2016)
Ilustrasi Bagus/Jawa Pos
AKU tahu siapa yang meletakkan stoples itu di atas bufet kayu tepat di sisi foto keluarga —foto kita; aku, kau, dan papamu yang tentu saja mengenakan sweter terbaiknya. Waktu itu kau ingin memerangkap serangga. Kau tak pernah mendapatkan serangga jenis mana pun, sebab binatang itu lebih banyak hinggap di dinding luarnya saja atau sebagian terbentur tak sengaja lalu buru-buru terbang lagi. Namun, tak disangka, suatu hari ternyata stoples itu berhasil memerangkap waktu dan setelah itu waktu seolah berhenti di sini dan aku banyak berada di masa lalu. Kalau saja kau melihatnya sekarang, kalau saja kau di sini, kau mungkin akan terpana dan berteriak sekencang-kencangnya sampai suaramu menembus atap rumah cokelat tua kita.

Cerita Telur Pecah

Cerpen Gunawan Maryanto (Jawa Pos, 21 Februari 2016)

Ilustrasi Bagus / Jawa Pos



SURAT tantangan itu datang jauh-jauh dari Ursyilam pada sebuah siang diantar—tepatnya dijatuhkan—oleh seekor burung Hud-hud. Kejadian ini akan berulang kelak di mana surat itu jatuh menimpa paha Ratu Balqis yang bertahta di Saba.

Lukisan Jeihan di Kolong Viaduk


Cerpen Kurnia J. R. (Jawa Pos, 14 Februari 2016)

Ilustrasi Bagus/Jawa Pos

INGATKAH engkau pada seorang anak yang menemui ajal di ujung belati tanpa alasan? Beritanya dimuat di koran, majalah, dan televisi. Aku berjumpa dengan dia siang itu di kolong viaduk. Kulihat matanya bolong dan kosong. Saat itu kota dirundung mendung dan selimut angin menebal akhir tahun.

Jumat, 07 April 2017

Judi Kodok-Kodok

Cerpen Sunlie Thomas Alexander (Jawa Pos, 07 Februari 2016)
Ilustrasi Bagus/Jawa Pos



DULU saat aku masih kecil, di kampung kami semua orang bisa bermain judi dengan bebas dan riang di teras rumah, pekarangan, bahkan di pinggir jalan, tanpa harus takut diciduk polisi atau sekadar diganggu tentara yang datang meminta uang dengan pongah. Tidak seperti sekarang, mesti sembunyi-sembunyi di sepetak kamar pengap atau di balik kandang babi; yang ujung-ujungnya jika ketahuan dan digerebek, perkaranya tetaplah juga uang!

Mengenal sosok Putu Satria Kusuma; Penulis Sekaligus Sutradara Teater Kampung Seni Banyuning Bagian 2


Artikel terbit di Harian Radar Bali Jawa Pos Edisi 6 April 2017

sambungan dari bagian pertama
 
Jadi Target Orba, Kritik Pemerintah Lewat Sastra


Sumber foto
Cerita demi cerita yang disampaikan Putu Satria Kusuma kepada Jawa Pos Radar Bali menunjukkan bahwa dirinya adalah seniman yang tak pernah berhenti berproses. Ia percaya bahwa sebuah proses tak akan mengkhianati hasilnya.

Mengenal Sosok Putu Satria Kusuma, Penulis Sekaligus Sutradara Teater Kampung Seni Banyuning Bagian 1

Artikel terbit di Harian Radar Bali Jawa Pos Edisi 5 April 2017

Jadi Seniman Bak Air Mengalir, Abu Bakar Sumber Inspirasi

Sumber Foto

Laporan: I Wayan Widyantara

Darah seni Putu Satria Kusuma sebenarnya sudah terlihat saat duduk di bangku Sekolah Dasar. Semakin dewasa, bakatnya semakin terasah. Tak cukup sebagai seniman panggung, tapi juga penulis buku.

Sebenarnya tidak sulit menemukan rumah Putu Satria Kusuma. Hanya saja, karena nomor rumah warga di jalan Gempol, Banyuning, Singaraja, dibikin acak, agak sedikit menyulitkan Jawa Pos Radar Bali melacak kediaman seniman kondang Bali ini. Beruntung rezeki anak saleh, koran ini akhirnya berhasil menemukan rumah bertembok bata warna merah dan gerbang besi bercat putih, nomor 85, kediaman Putu Satria Kusuma. Tepat saat tiba di depan rumah, Putu Satria Kusuma membuka pintu kamar dan bergegas membuka gerbang rumahnya.

Kamis, 06 April 2017

Upacara

Cerpen Aribowo (Jawa Pos, 31 Januari 2016)
Ilustrasi Bagus / Jawa Pos
Sudah satu jam lamanya laki-laki gendut tua itu gelisah. Bangun dari ranjang, minum air kuning dalam botol, kemudian kencing, dan akhirnya rebah kembali. Dalam cahaya kamar remang-remang dia nembang mocopat: Ilir ilir tandure wis sumilir, tak ijo royoroyo tak sengguh penganten anyar… Lirih suaranya. Serak suaranya. Dibarengi desah napas tua terengah-engah. Sementara itu cahaya bulan lamat-lamat berwarna biru, berwarna biru tipis, tergores di atas kaca jendela kamar hotel.

Perempuan Penambal Kesepian

Cerpen Indra Tranggono (Jawa Pos, 24 Januari 2016)
Ilustrasi Bagus/Jawa Pos

 


JIKA dirimu mengalami kesepian tingkat sedang atau bahkan parah, datanglah pada perempuan itu. Dia bisa membaca pikiran, perasaan dan jiwamu melalui aura yang terpancar dari tubuhmu. Aura yang penuh lubang atau gerowong menunjukkan pikiran dan perasaan yang kacau karena didera kecemasan dan kegelisahan. Di situlah monster kesepian bertahta, kata dia.

Pertunjukan Menyapu Jalan

Cerpen Feng Jicai (Jawa Pos, 17 Januari 2016)
Ilustrasi Bagus/Jawa Pos


“Minggu Bersih-Bersih Nasional di mulai hari ini,” kata Sekretaris Zhao, “dan para pejabat di semua daerah akan ikut serta dalam acara menyapu jalan. Ini daftar peserta kita––seluruh pejabat teras kota dan para tokoh masyarakat. Kami baru saja menyalinnya di kantor untuk Anda tanda tangani.”

Tahun Baru dan Peradilan Orang-Orang Vastivia

Cerpen Ilham Q. Moehiddin (Jawa Pos, 10 Januari 2016)

Ilustrasi Bagus/Jawa Pos



Hari Pertama setelah Malam Tahun Baru

ORANG-ORANG yang bekerja sejak malam tahun baru itu seperti tak lelah. Ketika subuh pertama beranjak, di hari pertama Januari, mereka setia melubangi tanah, mendirikan tiang, dan menggosok alas pualam di sebuah altar.

Sesuatu telah membuat orang-orang itu tergesa memersiapkan semuanya. Sesuatu peristiwa mendesak mereka, peristiwa yang diawali persis sepekan lalu, menyita perhatian warga Vastivia dan membuhul gunjingan di setiap kumpulan orang-orang, bahkan di pertemuan kelompok rajut. Aku mengumpulkan semua catatan mengenai peristiwa itu, untuk tetap membuatku ingat bahwa Vastivia pernah merekam sebuah pengkhianatan.


Cinta Pertama


Cerpen A.S. Laksana (Jawa Pos, 3 Januari 2016)
Ilustrasi Bagus/Jawa Pos

MEREKA berpisah karena perempuan itu merasa sudah tak mungkin mereka hidup serumah dan mereka bertemu lagi tiga puluh tahun kemudian, pada Selasa siang, di sebuah pusat pertokoan dekat persilangan jalan ke arah kebun binatang. Perempuan itu 57 tahun sekarang dan separuh rambutnya sudah menjadi uban. Ia baru keluar dari toko pakaian di lantai satu, lalu naik dengan eskalator ke lantai dua, lalu naik lagi dan masuk ke toko buku di lantai tiga dan di situlah ia bertemu dengan bekas suaminya, lelaki yang pernah ia cintai dan kemudian ia benci. Itu pertemuan yang tak pernah ia harapkan; ia bahkan tak tahu, sejak mreka berpisah, apakah lelaki itu masih hidup atau sudah mati.